wasthmedia.com | Di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tradisi Dhandhangan menjadi festival yang meriah untuk menyambut awal bulan Ramadan. Festival ini menciptakan atmosfer khusus menjelang puasa dengan serangkaian peristiwa menarik, khususnya pemukulan bedug Masjid Menara Kudus yang menjadi tanda dimulainya ibadah puasa. Mari kita eksplor lebih dalam tentang tradisi Dhandhangan yang memiliki akar sejarah yang kaya dan unik.
Asal-usul Nama Dhandhangan:
Kata “Dhandhangan” berasal dari onomatope (suara yang menirukan bunyi) dari bedug khas Masjid Menara Kudus. Suara bedug yang nyaring, terdengar seperti “Dang!”, menciptakan resonansi yang menjadi penanda resmi datangnya bulan Ramadan.
Tradisi Dhandhangan Sebagai Pengumuman Awal Ramadan:
Awalnya, Dhandhangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus menjelang Ramadan. Mereka menunggu pengumuman Sayyid Ja’far Shadiq atau yang dikenal dengan Sunan Kudus tentang penentuan awal masuknya bulan Ramadhan. Pada abad ke-16, Sunan Kudus, seorang ahli ilmu falak, mengumumkan dimulainya bulan Ramadan melalui pemukulan bedug di pelataran masjid yang lebih tepatnya di Menara Masjid Kudus.
Perkembangan Menjadi Pasar Malam:
Seiring waktu, tradisi Dhandhangan berkembang dan dijadikan pasar malam menjelang Ramadan. Pedagang memanfaatkan momen ini untuk berjualan makanan tradisional dan pakaian. Pemukulan bedug menjadi atraksi utama, dan masyarakat pun berbondong-bondong datang ke Masjid Menara Kudus untuk menyaksikan pengumuman awal Ramadan.
Kirab Dhandhangan: Representasi Budaya Kudus
Tradisi Dhandhangan tidak hanya sebatas pasar malam, tetapi juga menampilkan Kirab Dhandhangan. Kirab ini menjadi representasi budaya Kudus dengan visualisasi berbagai elemen seperti Kiai Telingsing, Sunan Kudus, rumah adat Kudus, dan aktivitas sehari-hari seperti merapikan rokok.
Puncak Perayaan:
Puncak seremoni Dhandhangan terjadi saat pemukulan bedug Masjid Menara Kudus setelah Shalat Isya. Pengumuman ini dihadiri oleh murid-murid Sunan Kudus dan tokoh-tokoh dari berbagai kerajaan di sekitar Kudus.
Tradisi yang Tetap Hidup:
Meskipun berawal dari tradisi keagamaan, Dhandhangan tetap menjadi momen kebersamaan dan kegembiraan masyarakat Kudus. Dengan tetap mempertahankan akar sejarahnya, tradisi ini telah bertahan selama ratusan tahun dan menjadi warisan budaya yang unik.
Dengan merayakan tradisi Dhandhangan, masyarakat Kudus tidak hanya menyambut datangnya bulan Ramadan dengan khidmat, tetapi juga menjadikan momen ini sebagai perayaan kebersamaan dan kekayaan budaya lokal. [Tim Redaksi wasthmedia.com]