wasthmedia.com | Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyoroti pentingnya evaluasi kurikulum pesantren agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Dalam pertemuan dengan Majelis Masyayikh, beliau mengusulkan agar kurikulum pesantren mulai mengadopsi pendekatan induktif-kuantitatif, yang memungkinkan santri mempelajari ilmu-ilmu Islam dengan cara yang lebih kontekstual dan aplikatif.
“Penting bagi kita untuk mengenalkan Islam dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat luas, tanpa kehilangan esensi,” tegas Menteri Nasaruddin. Menurutnya, kurikulum yang adaptif akan membantu pesantren tetap relevan dalam memberikan pemahaman keislaman di tengah perubahan sosial dan budaya yang cepat.
Selain membahas kurikulum, pertemuan ini juga menjadi ajang diskusi terbuka terkait sejumlah isu sosial yang memengaruhi citra pesantren, seperti perceraian, narkoba, dan kekerasan seksual. Menteri Agama menekankan perlunya solusi konstruktif dalam menghadapi masalah ini, agar pesantren tetap dipandang sebagai lembaga pendidikan yang berintegritas dan berkualitas.
“Kita perlu menjaga reputasi pesantren dengan menghadirkan ruang diskusi dan tindakan nyata untuk mengatasi isu-isu ini,” tambahnya. Menteri Nasaruddin juga mengingatkan pentingnya memperkuat program pendidikan karakter di pesantren, yang berperan vital dalam membina santri sebagai generasi penerus bangsa.
Pertemuan antara Majelis Masyayikh dan Kementerian Agama ini mencerminkan sinergi kuat dalam merancang masa depan pendidikan pesantren. Dengan komitmen bersama, kedua pihak berharap pesantren dapat berkembang menjadi lembaga pendidikan yang unggul, adaptif terhadap zaman, sekaligus tetap teguh menjaga nilai-nilai keislaman yang menjadi ciri khasnya. [Tim Redaksi wasthmedia.com]