KILAS TOKOH – wasthmedia.com | Kita mengenal sebuah kampung di utara Jakarta yang bernama kampung luar batang. Penamaan kampung ini berasal dari seorang tokoh berketurunan arab yang datang di kampung ini pada abad ke-18, beliau adalah al-Habib Husein bin Abubakar al-Aydarus. Habib Husein al-Aydarus merupakan keturunan Rasulullah SAW dari jalur al-Imam Abdullah al-Aydarus al-Akbar bin Abibakar as-Sakran.
Silsilah beliau bersambung hingga Nabi Muhammad SAW, al-Habib Husein bin Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Husein bin Abdullah al-Aydarus al-Akbar bin Abubakar as-Sakran bin al-Muqoddam Tsani Abdurrahman as-Saqqaf bin Muhammad Maula ad-Dawilah bin Ali bin Alwy bin al-Faqih al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawy bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rummi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra al-Bathul binti Muhammad ar-Rasul SAW.
Beliau lahir di wilayah Maiqob di Provinsi hadramauth pada kurun waktu sekitar tahun 1137 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1724 Masehi. Beliau dilahirkan sebagai yatim dan dibesarkan oleh seorang ibu yang Shalihah dimana sehari-harinya hidup dari hasil memintal benang pada perusahaan tenun tradisional. Husein kecil sungguh hidup dalam kesederhanaan. Setelah memasuki usia belia, sang ibu menitipkan Habib Husein pada seorang “Alim Shufi”. Disanalah ia menerima tempahan pembelajaran thariqah. Di tengah-tengah kehidupan di antara murid-murid yang lain, tampak Habib Husein memiliki perilaku dan sifat-sifat yang lebih dari teman-temannya.
Setiap ahli thariqah senantiasa memiliki panggilan untuk melakukan hijrah, dalam rangka menyebarkan islam ke belahan bumi Allah. Untuk melaksanakan keinginan tersebut Habib Husein tidak kekurangan akal, ia bergegas menghampiri para kafilah dan musafir yang sedang melakukan jual-beli di pasar pada setiap hari Jum’at. Setelah menemukan Kafilah yang hendak melakukan perjalanan, maka Habib Husein ikut bersama mereka dan beliau berlayar hingga ke negeri Gujarat, India.
Setelah dipastikan mendapatkan tumpangan dari salah seorang kafilah yang hendak bertolak ke India, maka Habib Husein segera menghampiri ibunya untuk meminta ijin. Walau dengan berat hati, seorang ibu harus melepaskan dan merelakan kepergian puteranya.
Habib Husein mencoba membesarkan hati ibunya sambil berkata : “janganlah takut dan berkecil hati, apapun akan ku hadapi, senantiasa bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya ia bersama kita.”
Akhirnya berangkatlah Al Habib Husein menuju daratan Gujarat di India. Sampailah Al Habib Husein di sebuah kota bernama “Surati” di wilayah Gujarat, sedangkan penduduknya beragama non-Muslim. Mulailah Habib Husein menyebarkan Islam di kota tersebut dan kota-kota sekitarnya. Kedatangan Habib Husein di kota tersebut membawa Rahmatan Lil ‘Alamin.
Kedatangan Habib Husein di Gujarat, India tatkala negeri tersebut sedang dilanda paceklik, dengan kurangnya air bersih dan kekeringan melanda seluruh negeri membuat hati Habib Husein merasa sedih. Dengan memohon pertolongan Allah SWT, maka Habib Husein mengangkat kedua tangannya seraya memohon pertolongan Allah ta’ala untuk diturunnya hujan di negeri Gujarat. Atas pertolongan Allah ta’ala dan Karomah dari kedudukan Ruhaniyah Habib Husein maka hujanpun mengguyur negeri Gujarat hingga membuat paceklik di Gujarat menjadi kemakmuran bagi rakyat Gujarat. Dari kejadian ini, banyak warga yang non-muslim masuk Islam dengan wasilah Haib Husein al-Aydarus.
Tak Banyak redaksi yang menyebutkan berapa lama Habib Husein Alaydrus tinggal dan menetap di Tanah Gujarat. Hingga sekitar tahun 1746 Masehi Habib Husein al-Aydarus tiba di Tanah Batavia yang kala itu menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda yang dibawah kekuasaan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie/Persatuan Perusahaan Hindia Timur).
Disinilah tempat persinggahan terakhir dalam mensyiarkan Islam. Beliau mendirikan Surau sebagai pusat pengembangan ajaran Islam yang beliau beri Nama Surau an-Nur (Sekarang menjadi Masjid an-Nur Keramat Luar Batang). Beliau banyak dikunjungi bukan saja dari daerah sekitarnya, melainkan juga datang dari berbagai daerah untuk belajar Islam atau banyak juga yang datang untuk didoakan. Pesatnya pertumbuhan dan minat orang yang datang untuk belajar agama Islam ke Habib Husein terlihat oleh pemerintah VOC dipandang akan mengganggu ketertiban dan keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya di jatuhi hukuman, dan ditahan di penjara Glodok.
Habib Husein wafat di usia muda, ketika berumur kurang lebih 30-40 tahun. Beliau meninggal pada hari kamis tanggal 17 Ramadhan 1169 atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M. Sesuai dengan peraturan pada masa itu bahwa setiap orang asing harus di kuburkan di pemakaman khusus yang terletak di Tanah Abang Said Naum Sebagai mana layaknya, jenazah Habib Husein di usung dengan kurung batang (keranda). Ternyata sesampainya di pekuburan jenazah Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya jenazah Habib Husein kembali berada di tempat tinggal semula. Dalam bahasa lain jenazah Habib Husein keluar dari kurung batang, pengantar jenazah mencoba kembali mengusung jenazah Habib Husein ke kuburan yang dimaksud, namun demikian jenazah Habib Husein tetap saja keluar dan kembali ke tempat tinggal semula.
Hingga akhirnya jenazah Habib Husein bin Abubakar al-Aydarus di makamkan di tempat jenazah beliau berada di halaman Masjid yang beliau dirikan dan menjadi pusat dakwah beliau yang sekarang kita kenal dengan sebutan Masjid An-Nur dan Kampung dimana Habib Husein berdakwah dikenal dengan sebutan Kampung Keramat Luar Batang. Lokasinya berada di Jl. Luar Batang V No.10, RT.6/RW.3, Penjaringan, Kec. Penjaringan, Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14440.
Oleh:
Tim Redaksi wasthmedia.com