wasthmedia.com | al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad, seorang wali Allah, dilahirkan di kota Gaidun, Hadramaut, pada tahun 1838 M. Namun, jejak keberkahannya merambah hingga ke Indonesia, khususnya Tegal. Kedatangan beliau untuk berdakwah di Tegal menjadikan beliau berkah bagi warga setempat. Hingga akhir hayatnya, Al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad dimakamkan di kompleks pemakaman Kauman, yang kini lebih dikenal sebagai Makam Al-Haddad, tepatnya di Desa Kraton, Tegal Barat.
Silsilah Nasab
Nasab Al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad dapat ditelusuri melalui garis keturunan yang mulia. Beliau adalah keturunan langsung dari keluarga besar Rasulullah SAW, melalui Imam Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra. Sanad keturunan beliau yang dzahabiyyah, menyambung dari ayah ke kakek wali, hingga bertemu dengan Rasulullah SAW, memberikan kehormatan tersendiri.
Habib Muhammad bin Thohir bin Umar bin Abubakar bin Ali bin Alwi bin Abdullah (shahibur ratib) Al-Haddad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abubakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi ‘Ammal Faqih bin Muhammad Shahib marbath bin Ali Khali Qatsam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Ba’Alawy bin Ubaidullah bin Ahmad Al- Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husein as-Sibth bin Ali bin Abi Thalib kw. suami dari Fatimah az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Kehidupan dan Pendidikan
Ayah Al-Habib Muhammad bin Thohir, yaitu Al-Habib Thohir bin Umar Al-Haddad, merupakan seorang ulama besar di Gaidun, Hadramaut. Beliau memiliki kedudukan tinggi di kalangan Sa’dah Ba ‘Alawy, salah satu A’ya-tun min A-yatillah. Al-Habib Thohir membimbing putranya dalam memahami ilmu hadis dan tafsir, memberikan ijazah sebagai ahli hadis dan ahli tafsir.
Habib Thahir bin Umar ini dihitung sebagai salah satu Qhutubuz Zaman di masanya. Kekuatan ibadah beliau sudah bukan menjadi rahasia lagi. Al Habib Ahmad bin Hasan Al Aththas berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW itu merasa bersyukur dengan ibadah-ibadahnya Al Habib Thahir.”
al-Habib Thahir nyaris seluruh waktunya ada di dalam masjid. Mulai pagi hingga malamnya. Sepertiga malam terahir beliau sudah masuk kedalam masjid, pulang ke rumah sebentar saat Dhuha, Dhuhur kembali ke masjid dan baru pulang sesudah Isya’. Begitu keseharian beliau bahkan di akhir- akhir umur beliau pun demikian.
Beliau pun sangat erat hubungan ruhaniyyah-nya dengan Syaikh Said bin Isa al Amudiy. Nyaris setiap selesai shalat berjama’ah di masjid, kemudian beliau berziarah di Qubah Syaikh Al Amudi.
Sering kali beliau di minta pendapat seseorang mengenai suatu perkara penting, dan beliau menjawab:
“Tungggu, akan aku minta pendapat dari Syaikh Said al Amudi dahulu…”
Dan beberapa waktu kemudian beliau berkata:
“Syaikh berkata demikian, demikian...”
al-Habib Muhammad bin Thohir dikenal sebagai sosok yang sangat tekun dalam menuntut ilmu. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam masjid, sejak pagi hingga malam. Bahkan, sepertiga malam terakhir beliau selalu dihabiskan di masjid. Kekuatan ibadahnya membuat beliau dianggap sebagai wali Allah di zamannya.
Kharisma dan Kepemimpinan
Wajah Al-Habib Muhammad bin Thohir memancarkan kewibawaan yang membuat siapa pun yang mendengarkan perintahnya patuh. Beliau dikenal memiliki keterkaitan ruhaniyyah dengan Syaikh Said bin Isa al Amudiy. Keputusan-keputusan penting beliau seringkali dikonfirmasi dengan Syaikh Said al Amudi, menunjukkan kedalaman hubungan mereka.
Seorang sahabatnya, Syaikh Abi Bakar bin Said al-Khathib, bahkan menggambarkan wajah Al-Habib Muhammad bin Thohir sebagai bersinar laksana rembulan senja. Kharisma dan kesucian beliau terpancar melalui hidungnya yang disebutkan sebagai sumber cahaya. Sebagaimana para sejarawan menggambarkan wajah Baginda Nabi SAW yang bercahaya laksana purnama, maka dalam wajah al Habib Thahir juga bersinar laksana rembulan senja. Syaikh Abi Bakar bin Said Al Khothib berkata:
“Dahulu, aku merasa terheran-heran dengan ungkapan para ulama yang menyebutkan wajah Nabi SAW itu laksana rembulan. Aku anggap sulit dan sangat jauh menyandingkan warna kulit anak manusia dengan warna cahaya rembulan. Sampai suatu saat aku melihat hidung al Habib Thahir yang menyeruak di jendela masjid, aku kira cahaya putih di jendela itu adalah rembulan. Akupun berpikir, bagaimana bisa rembulan terlihat di tempat ini? Baru sesudah aku mendekat dan aku amati dengan seksama, ternyata cahaya itu adalah hidungnya al Habib Thahir…”
Keberhasilan Sebagai Saudagar dan Pemimpin
Al-Habib Muhammad bin Thohir juga sukses sebagai saudagar. Ketika berkunjung ke suatu tempat, beliau membawa 40 pembantu untuk menyambut penduduk setempat. Keberhasilan saudagarannya tidak pernah membuat beliau meninggalkan ibadah. Hingga akhir hayatnya, beliau selalu aktif berdakwah dan berdagang di berbagai kota.
Pada usia 47 tahun, Al-Habib Muhammad bin Thohir beserta dua anaknya berkunjung ke Indonesia. Selama 45 hari, beliau berdakwah dan berdagang di berbagai kota, hingga akhirnya jatuh sakit dan meninggal di kota Tegal pada 18 Rajab tahun 1885 M. Dimakamkan di pemakaman Kauman, yang kemudian dikenal sebagai Makam Al-Haddad.
Pewarisan Kewalian
Hingga saat ini, Makam Al-Haddad di Tegal menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi. Setiap tahun, diadakan peringatan Haul Al Imam Al Qutub Al Habib Muhammad bin Thohir Al Haddad. Ribuan orang memadati tempat acara haul untuk memanjatkan doa dan mengenang jasa-jasa beliau.
Seorang Shulthanul Auliya yang makamnya di Kota Tegal Jawa Tengah. Tentu ini sebuah berkah kemuliyaan untuk para penduduk kota Tegal khususnya, dan negeri Indonesia pada umumnya.
Mengenal Al-Habib Muhammad bin Thahir Shahibul Tegal juga menyeret kita untuk mengenal putra -putranya;
Jika anda berziarah ke Gubah Empang Bogor, anda akan menziarahi dua tokoh besar. Pertama, Al ‘Arifbillah Al Imam Abdullah bin Muhsin bin Muhammad Al Aththas. Yang kedua adalah murid beliau dan putra Al- Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, yaitu Al Arifbillah Al Habib Alwy bin Muhammad Al Haddad.
al-Habib Alwy terhitung sebagai keajaiban jamannya. Saat para tokoh sepuh Alawiyyin di Hadromaut membicarakan sesuatu yang penting, salah seorang dari mereka bertanya:
“ Siapakah yang pantas menjadi pemimpin para Alawiyyin?”
Maka menjawablah Al Habib Husain bin Hamid Al Mukhdhor:
“Yang pantas memegang pimpinan alawiyyin saat ini adalah Alawiy bin Muhammad al Haddad“
Kebesaran Al habib Alwi ternyata terlihat dari keseluruhan sikap dan sifat beliau yang mulia. Kewara’an beliau. Kedermawanan beliau. Ketawadhu’an beliau bahkan sampai membuat beliau secara pribadi merasa tidak mampu untuk menjadi Imam shalat siapapun. Begitu rendah hatinya sampai beliau lebih memilih menjadi makmum dari Imam yang masih kecil umurnya, dibanding menjadi imam shalat siapapun selama hidupnya. [Tim Redaksi wasthmedia.com]