wasthmedia.com | Dalam Musnad al-Firdaus, Imam ad-Dailami meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala Anhu, sebuah hadis yang menunjukkan pandangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam terkait perilaku ulama yang sering bergaul dengan penguasa. Hadis tersebut adalah:
إِذَا رَأَيْتَ اْلعَالِمَ يُخَالِطُ السُّلْطَانَ مُخَالَطَةً كَثِيْرَةً، فَاعْلَمْ أَنَّهُ لِصٌّ
“Jika kamu melihat seorang ulama banyak bergaul dengan penguasa maka ketahuilah bahwa ia adalah pencuri.” (Musnad Al-Firdaus)
Pernyataan ini memiliki makna mendalam yang perlu dipahami dengan bijak. Nabi Muhammad SAW memberikan peringatan yang sangat tegas terhadap kebiasaan seorang ulama yang sering dan terlalu akrab dengan penguasa. Dalam pandangan Rasulullah SAW, bergaul secara intens dengan penguasa bisa menimbulkan dampak negatif, yaitu menurunkan integritas dan kemandirian seorang ulama dalam menyampaikan kebenaran.
Dalam konteks hadis ini, kata “pencuri” tidaklah secara harfiah merujuk pada tindakan mencuri secara fisik, tetapi lebih kepada pencurian nilai-nilai, kebenaran, dan integritas yang menjadi hak asasi seorang ulama. Integritas seorang ulama tidak boleh tercemar oleh pengaruh atau kepentingan penguasa yang dapat mengaburkan objektivitas dan kejujuran dalam menyampaikan kebenaran.
Penting untuk dipahami bahwa peringatan ini bukan menafikan pentingnya interaksi antara ulama dan penguasa dalam memberikan nasihat dan bimbingan yang baik. Namun, hadis ini menegaskan pentingnya menjaga jarak yang sehat dan tidak terlalu terikat secara emosional atau material kepada penguasa.
Pergaulan yang terlalu erat dengan penguasa dapat memengaruhi independensi seorang ulama dalam memberikan nasihat yang benar dan tidak terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Oleh karena itu, peringatan Nabi Muhammad SAW ini menjadi pelajaran berharga bagi para ulama agar tetap menjaga integritas, kejujuran, dan kemandirian dalam menyampaikan kebenaran kepada masyarakat. [Tim Redaksi wasthmedia.com]