wasthmedia.com | Kementerian Agama Republik Indonesia akan menyelenggarakan Sidang Isbat pada tanggal 10 Maret untuk memutuskan awal Bulan Ramadhan 1445 Hijriah di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No.6, Jakarta. Keputusan yang diambil dalam sidang ini didasarkan pada dua faktor utama, yaitu hasil hisab (perhitungan astronomi) dan rukyah (pengamatan langsung terhadap hilal), dengan menggunakan kriteria tertentu. Kriteria tersebut menjadi pedoman dalam menentukan awal masuknya Bulan Ramadhan.
Berdasarkan Kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura) dengan parameter (3-6,4), pada tanggal 29 Sya’ban 1445 H atau 10 Maret 2024 M, posisi hilal di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) belum memenuhi kriteria minimum yang telah ditetapkan. Kriteria minimum tersebut mencakup tinggi hilal sebesar 3° dan elongasi sebesar 6,4°.
Karena posisi hilal belum memenuhi kriteria tersebut, hasil hisab menunjukkan bahwa awal Bulan Ramadhan 1445 H tidak dapat dilihat (Rukyah) pada Ijtimak Akhir Sya’ban tanggal 29 Sya’ban 1445 H yang bertepatan pada 10 Maret 2024 M. Oleh karena itu, tanggal 1 Ramadhan 1445 H secara hisab diperkirakan jatuh pada hari Selasa Pon, tanggal 12 Maret 2024 M. Penentuan ini dilakukan berdasarkan perhitungan astronomi dengan memperhitungkan posisi hilal, tinggi hilal, dan elongasi sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
metode penentuan awal bulan, khususnya Bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia. Metode yang digunakan mencakup metoda rukyah (pengamatan langsung terhadap hilal) dan hisab (perhitungan astronomi). Hisab memiliki sifat informatif, sedangkan rukyat memiliki kedudukan sebagai konfirmasi dari hasil hisab.
Pada hari rukyat tanggal 10 Maret 2024, tinggi hilal di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada dalam rentang antara -0° 20′ 01″ hingga 0° 50′ 01″, sedangkan elongasi (jarak sudut antara matahari dan bulan saat terbenam) berada antara 2° 15′ 53″ hingga 2° 35′ 15″. Meskipun demikian, di seluruh wilayah NKRI, termasuk di kota Sabang Provinsi Aceh, hasil rukyah pada hari tersebut belum memenuhi kriteria Imkanur Rukyah MABIMS yaitu antara 3° hingga 6,4°.
Dengan demikian, hilal menjelang awal Ramadhan 1445 H pada hari rukyat tersebut secara teoritis dapat diprediksi tidak akan te-rukyah, karena posisinya berada di bawah kriteria Imkan Rukyah yang telah ditetapkan. Penjelasan ini menyoroti bahwa berdasarkan pengamatan, hilal pada tanggal tersebut kemungkinan besar tidak dapat terlihat secara langsung, sehingga keputusan awal masuknya Ramadhan akan lebih bergantung pada hasil hisab.
keputusan resmi dari Kementerian Agama Republik Indonesia terkait dengan awal Bulan Ramadhan 1445 Hijriah. Menurut keputusan tersebut, awal Ramadhan 1445 H diumumkan jatuh pada Hari Selasa, 12 Maret 2024. Keputusan ini didasarkan pada fakta bahwa hilal (bulan sabit) tidak memenuhi Imkanur Rukyah, yaitu tidak dapat terlihat secara langsung, dan tidak tampak di 135 titik pantau hilal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pengumuman ini menunjukkan bahwa pengamatan langsung terhadap hilal (rukyah) tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk menetapkan awal Bulan Ramadhan. Oleh karena itu, hasil rukyah tidak dapat mengonfirmasi atau mendukung hasil hisab yang telah dilakukan. Dengan demikian, keputusan resmi diambil berdasarkan informasi tersebut, dan 1 Ramadhan 1445 H ditetapkan pada tanggal 12 Maret 2024 M sesuai dengan hasil hisab, dan juga dengan mempertimbangkan bahwa hilal tidak terlihat secara langsung di berbagai lokasi di Indonesia.
Bahwa terdapat perbedaan dalam penentuan awal Bulan Ramadhan, dimana Kementerian Agama Republik Indonesia menetapkan bahwa awal Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Hari Selasa, 12 Maret 2024, sedangkan Muhammadiyah telah menetapkan bahwa esok Senin, 11 Maret 2024, merupakan 1 Ramadhan 1445 H.
Keputusan ini menunjukkan adanya perbedaan pendapat atau metode dalam menentukan awal Bulan Ramadhan antara lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Hal ini bisa disebabkan oleh pendekatan berbeda dalam menggunakan metoda rukyat (pengamatan langsung terhadap hilal) atau hisab (perhitungan astronomi). Pada akhirnya, perbedaan ini memunculkan situasi di mana tanggal awal Ramadhan yang diakui oleh Muhammadiyah berbeda dengan yang diumumkan oleh Kementerian Agama.
Penting untuk mencatat bahwa perbedaan penentuan awal Bulan Ramadhan adalah hal yang umum terjadi dalam masyarakat Muslim, dan sikap yang bijaksana dan penuh penghormatan terhadap perbedaan tersebut sangat diharapkan. Masyarakat diharapkan bisa menyikapi perbedaan ini dengan sikap yang penuh pengertian dan toleransi, menjaga persatuan dan keharmonisan dalam umat Islam. [Tim Redaksi wasthmedia.com]