wasthmedia.com | KH Zainal Mustafa, lahir di Bageur, Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya pada tahun 1899 dan meninggal di Jakarta pada 28 Oktober 1944, merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa besar dalam perjuangan melawan penjajah. Sebagai pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya, beliau adalah pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang berani melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya adalah Hudaemi, namun setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1927, beliau mengganti namanya menjadi Zaenal Mustofa.
Dalam lingkungan keluarga petani yang berkecukupan, Hudaemi mendapatkan pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Di bidang agama, ia belajar mengaji dari guru agama di kampungnya. Kemampuan ekonomi keluarganya memungkinkannya untuk mendalami ilmu agama lebih lanjut di beberapa pesantren, seperti Pesantren Gunung Pari yang dipimpin oleh KH. Zainal Muhsin, dan Pesantren Cilenga dan Sukamiskin di Bandung. Selama sekitar 17 tahun, beliau menggeluti ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lainnya, sehingga memiliki pengetahuan agama yang luas dan mahir berbahasa Arab.
Mulai tahun 1940, KH. Zaenal Mustafa secara terbuka menyuarakan semangat kebangsaan dan sikap perlawanannya terhadap pendudukan penjajah Belanda. Ceramah dan khutbah-khutbahnya selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda, yang seringkali menyebabkan beliau mendapat peringatan dan bahkan diturunkan paksa dari mimbar oleh para kiai pro Belanda.
Pada tanggal 17 November 1941, KH. Zaenal Mustafa beserta beberapa tokoh lainnya ditangkap Belanda dengan tuduhan menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Setelah dibebaskan pada tanggal 10 Januari 1942, beliau tetap bersemangat dalam perlawanan terhadap penjajah. Namun, pada akhir Februari 1942, beliau kembali ditangkap dan ditahan di penjara Ciamis bersama dengan Kiai Rukhiyat.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942, KH. Zaenal Mustafa dibebaskan oleh pemerintahan militer Jepang. Namun, beliau menolak untuk membantu Jepang dalam mewujudkan ambisinya menciptakan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Dengan tegas, beliau memperingatkan para pengikut dan santrinya agar tidak terpengaruh oleh propaganda asing dan menganggap fasisme Jepang lebih berbahaya daripada imperialisme Belanda.
Pada tanggal 25 Februari 1944 (1 Maulud 1363 H), KH. Zaenal Mustafa merencanakan perlawanan terhadap Jepang dengan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, melakukan sabotase, dan membebaskan tahanan-tahanan politik. Beliau memberikan persiapan persenjataan kepada para santrinya, seperti bambu runcing dan golok yang terbuat dari bambu, serta memberikan latihan spiritual (tarekat) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Meskipun pemberontakan tersebut tidak terlaksana, semangat perjuangan dan ketegasan KH. Zaenal Mustafa dalam membela kebenaran agama dan memperjuangkan bangsa membuatnya diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada tanggal 6 November 1972 oleh Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
KH. Zaenal Mustafa adalah sosok yang menginspirasi, karena tidak hanya berani melawan penjajah, tetapi juga meneguhkan nilai-nilai keagamaan dan nasionalisme. Perjuangannya mengajarkan kita tentang arti sejati dari keberanian, keteguhan hati, dan kesetiaan pada bangsa dan agama. Semangatnya yang penuh dedikasi terhadap perjuangan bangsa Indonesia tetap menjadi contoh yang patut diikuti oleh generasi-generasi penerus. [Tim Redaksi wasthmedia.com]