wasthmedia.com | Dalam hiruk-pikuk kehidupan, kadang-kadang cerita-cerita kecil mengandung hikmah besar. Salah satu kisah inspiratif yang mengajarkan kita tentang ketulusan dan kedamaian hati datang dari sebidang tanah, di mana sebuah konflik harta hampir memicu pertikaian, namun ditangani dengan bijak oleh seorang yang sangat dihormati.
Sebidang tanah milik Sayyidil Habib Umar bin Hafidz yang niatnya jelas: beliau ingin membangun ribath dan rumah di atas tanah tersebut. Namun, seperti dalam cerita kehidupan nyata, ada yang mempertanyakan kepemilikan tanah tersebut. Seseorang, yang kita kenal sebagai si Fulan, mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya. Di tengah konflik ini, Sayyid Salim bin Umar, putra Sayyidi Habib Umar, berusaha meyakinkan si Fulan bahwa tanah ini adalah hak keluarganya, dengan surat-surat yang menguatkan klaim mereka.
Namun, konflik ini tidak kunjung usai. Si Fulan masih bersikeras, tanpa sedikit pun mengalah. Inilah titik di mana cerita ini mengajarkan kepada kita nilai-nilai tulus, kedamaian, dan pengertian.
Dengan sikap luar biasa tenang dan bijaksana, Sayyidi Habib Umar menenangkan situasi ini. Dia berkata kepada putranya, Sayyid Salim, dengan kalimat yang mencerminkan hikmah yang dalam: “Biarlah, Nak. Serahkan saja tanah itu kepada dia.”
Namun, apa yang dikatakan oleh Sayyid Salim mengungkapkan kebijaksanaan yang lebih besar, “Bukankah ini hak yang harus kita pertahankan, Sayyidil Walid?”.
Lalu, datanglah jawaban yang meresap ke dalam hati, seperti hujan lembut yang menenangkan gersangnya bumi: “Benar,” kata Sayyidi Habib Umar, “tapi aku tidak ingin bertikai dengan sesama umat Nabi hanya karena dunia.”
Dalam kata-kata itu terdapat kebijaksanaan luar biasa. Sayyidi Habib Umar menyadari bahwa dalam konflik materi, terkadang kita melupakan nilai-nilai yang lebih besar. Nilai persaudaraan, kerukunan, dan damai yang seharusnya mengatasi kepentingan duniawi. Bagaimanapun hak kita, kemarahan dan pertikaian tidak akan membawa manfaat. Ketika mengutamakan kedamaian dan persatuan, kita mengikuti jejak para tokoh agung dalam sejarah yang memilih jalan cinta dan pemahaman.
Kisah ini memberi kita pelajaran penting tentang menghargai apa yang lebih berharga dalam hidup ini. Kita diajak untuk melihat jauh ke dalam hati kita, mengenali saat-saat di mana kita bisa meredakan api konflik dengan pilihan untuk merangkul kedamaian dan harmoni.
Dalam suara tenang Sayyidi Habib Umar yang membiarkan tanah itu berpindah tangan, tetapi hati tetap dalam kedamaian, kita menemukan inspirasi yang kuat untuk menjalani hidup dengan bijaksana, dengan cinta yang mengatasi perselisihan, dan dengan penuh pengertian dalam menghadapi konflik yang mungkin menguji hati kita. [Tim Redaksi wasthmedia.com]