wasthmedia.com | Kabupaten Pati merupakan tempat yang kental dengan nuansa pendidikan Islam. Berbagai pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam tersebar di wilayah Pati, menjadi tujuan ribuan santri dari berbagai penjuru Nusantara bahkan mancanegara untuk menuntut ilmu agama. Semarak pendidikan Islam di Pati tidak bisa dilepaskan dari peran para pendakwah awal yang menyebarkan Islam di Bumi Mina Tani.
Salah satu tokoh yang diyakini sebagai waliyullah dan menyumbang warisan berupa masjid yang dahulu digunakan sebagai pusat syiar agama adalah Mbah Ahmad Mutamakkin. Beliau meninggalkan Masjid Jami’ Kajen sebagai bukti perjalanan keislaman di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati.
Masjid Jami’ Kajen terletak di tengah puluhan pondok pesantren dan belasan lembaga pendidikan Islam. Meskipun nampak modern dari luar dengan dinding tembok dan lantai keramik, begitu memasuki bagian utama masjid, suasana “kesejarahan” yang sangat terasa menyambut para jamaah.
Bagian utama masjid adalah tempat mihrab dan saf salat utama berada. Ruangan ini dikelilingi oleh dinding papan kayu jati berusia ratusan tahun. Dinding kayu jati tersebut menjadi saksi sejarah simpul keislaman di Desa Kajen yang sekarang dikenal sebagai desa santri.
Dari temuan candrasengkala pada mimbar, Masjid Jami’ Kajen diperkirakan didirikan pada tahun 1695. Candrasengkala merupakan kata-kata yang menyimbolkan angka tahun dalam budaya Jawa. Pada mimbar masjid tertulis “sang pandhita kuwi ngawang bawana”, yang ketika diuraikan, menghasilkan angka tahun 1107 Hijriah atau 1695 Masehi.
Masjid Jami’ Kajen adalah artefak berharga peninggalan Syekh Ahmad Mutamakkin, seorang waliyullah yang berjuang mendakwahkan Islam di lereng pegunungan Muria. Syekh Ahmad Mutamakkin, seorang ulama besar nusantara yang hidup pada abad ke-18, memiliki nama ningrat Sumohadiwijaya dan diperkirakan lahir pada tahun 1645 dan wafat pada tahun 1740.
Beliau adalah keturunan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) dan mendirikan Masjid Jami’ Kajen sebagai wujud jasa dalam menyebarkan Islam di kawasan Kajen. Masjid ini telah mengalami tiga kali renovasi, yaitu pada tahun 1910, 1952, dan 2010. Meski demikian, bagian utamanya tetap mempertahankan keaslian dengan ornamen-ornamen peninggalan Syekh Ahmad Mutamakkin yang berisi simbol-simbol wasiat dan ajaran tarekat beliau.
Masjid Jami’ Kajen menjadi bukti nyata peran penting para tokoh seperti Syekh Ahmad Mutamakkin dalam melestarikan dan menyebarkan agama Islam di wilayah Pati. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan warisan spiritual yang sangat berharga bagi umat Islam. Semoga keberadaan Masjid Jami’ Kajen terus menjadi inspirasi bagi masyarakat Pati dan penuntut ilmu agama dari berbagai penjuru untuk terus berpegang pada nilai-nilai agama dan kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para tokoh agama terdahulu. [Tim Redaksi wasthmedia.com]