wasthmedia.com | Dalam perspektif madzhab Syafi’i, hukum puasa setelah nisfu Sya’ban (15-29 Sya’ban), khususnya pada hari yang disebut sebagai hari syak “30 Sya’ban” (ragu), memiliki ketentuan yang tertuang dalam kitab “Al-fiqhul Islami wa Adillatuhu” karya Syaikh Wahbah Az-Zuhaili.
قال الشافعية : يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنقل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث إذا انتصف شعبان فلا تصوموا .
“Ulama madzhab Syafi’i mengatakan Puasa setelah Nisfu Sya’ban (15 Sya’ban) diharamkan karena termasuk hari syak (ragu), kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahr (setiap hari), puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kaffarah. Dan melakukan puasa setelah Nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari Nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadits Nabi ﷺ: Apabila telah melewati Nisfu Sya’ban, janganlah kalian puasa‘.”
Menurut penjelasan dalam kitab tersebut, ulama Syafi’i menyatakan bahwa puasa setelah Nisfu Sya’ban diharamkan kecuali dalam beberapa situasi tertentu. Berikut adalah gambaran hukum puasa setelah Nisfu Sya’ban menurut madzhab Syafi’i:
Hukum Puasa Setelah Nisfu Sya’ban:
- Diharamkan Kecuali dengan Alasan Tertentu:
Puasa setelah nisfu Sya’ban dianggap haram kecuali terdapat alasan tertentu yang membolehkannya. Beberapa contoh alasan tersebut antara lain:
- Orang yang terbiasa berpuasa secara continue, seperti puasa dahr (setiap hari).
- Puasa sunnah seperti puasa Daud, puasa Senin-Kamis.
- Orang yang memiliki nadzar untuk berpuasa pada hari tertentu.
- Puasa qadha’ (hutang puasa) baik wajib maupun sunnah.
- Puasa kaffarah (penebusan) atau wajib tertentu.
- Pengecualian Puasa Setelah Nisfu Sya’ban:
Puasa setelah nisfu Sya’ban dapat diperbolehkan jika seseorang sudah berpuasa sebelumnya, meskipun hanya satu hari Nisfu Sya’ban. Namun, pengecualian ini harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti melanjutkan puasa dengan puasa sebelumnya.
- Dalil dari Hadits Nabi:
Dalil yang menjadi dasar hukum ini adalah hadits Nabi ﷺ yang menyatakan, “Apabila telah melewati Nisfu Sya’ban, janganlah kalian puasa.”
Madzhab Syafi’i memandang puasa setelah nisfu Sya’ban (16-29 Sya’ban) dengan hati-hati dan mengharamkannya kecuali dalam situasi-situasi tertentu. Pengikut madzhab ini dianjurkan untuk memperhatikan kondisi dan alasannya sebelum melaksanakan puasa setelah nishfu Sya’ban. Oleh karena itu, pemahaman terhadap hukum ini sangat penting agar umat Islam dapat menjalankan ibadah puasa dengan penuh keyakinan dan sesuai dengan ajaran agama. [Tim Redaksi wasthmedia.com]