wasthmedia.com | Habib Jindan bin Novel pengasuh Yayasan Al-Fachriyah Tangerang, Banten, mengajukan pertanyaan penting terkait hukum dan nilai-nilai dalam proses pemilihan umum (Pemilu). Dalam pandangannya, beliau menegaskan bahwa nyoblos atau memilih pemimpin dalam pemilu tidaklah diwajibkan dalam ajaran agama.
“Masalah coblos mencoblos. Sholat 5 waktu wajib, puasa ramadhan wajib, birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) wajib, silaturrahmi wajib, nyoblos ? wajib apa nggak ?, di dalam agama sih nggak wajib, rukun islam yang keberapa ?” Tegas Habib Jindan kepada jamaah yang hadir.
Pemilihan umum merupakan hak yang diberikan kepada setiap warga negara. Namun, Habib Jindan mengajak untuk merenung, apakah penggunaan hak tersebut sebanding dengan kewajiban kita dalam menjaga silaturahmi dan berbakti kepada orang tua.
Menjaga silaturahmi dan berbakti kepada orang tua adalah kewajiban yang jelas di dalam ajaran agama. Dalam konteks ini, beliau mendorong untuk berbuat bijak dan cerdas dalam menghadapi proses pemilihan umum. Sementara pemilu adalah hak setiap warga negara, tetap penting untuk tidak melupakan kewajiban yang lebih tinggi, seperti menjalin hubungan baik dengan sesama dan berbakti kepada orang tua.
Habib Jindan menambahkan terkait sikap pribadi beliau terkait pemilu “Saya nyoblos, saya ikut, saya hadir, saya ngantri, saya celup jari juga (dalam menggunakan hak suara), tetapi ketika saya nyoblos isteri saya nggak tau saya nyoblos siapa, anak saya nggak tau saya nyoblos siapa, itu urusannya rahasia, saya nggak ngajak orang untuk memilih apa yang saya pilih, saya ngajak orang ke Allah“.
Pandangan Habib Jindan mengingatkan bahwa walaupun hak untuk memilih dalam pemilu diberikan, menjalankan kewajiban-kewajiban spiritual dan sosial juga memiliki nilai yang sangat penting dalam ajaran agama. Dengan demikian, beliau mengajak untuk mengambil keputusan dengan bijak dan seimbang, mempertimbangkan baik hak dan kewajiban dalam agama serta masyarakat. [Tim Redaksi wasthmedia.com]