wasthmedia.com | Tanggal 4 Oktober 1934, masyarakat Arab di seluruh Indonesia dikejutkan oleh berita tentang Konferensi Peranakan Arab di Semarang. Acara ini dipimpin oleh A.R. Baswedan, seorang tokoh terkemuka dari pihak Al-Irsyad dan Arrabitah. Konferensi ini menjadi titik awal bagi terbentuknya organisasi khusus untuk peranakan Arab-Indonesia, yang menjadi kelanjutan semangat Sumpah Pemuda Indonesia pada tahun 1928.
Hari pertama konferensi, tanggal 3 Oktober 1934, dihadiri oleh orang-orang Arab peranakan terkemuka dari pihak Al-Irsyad dan Arrabitah, yang aktif terlibat dalam pertentangan antara kedua kelompok tersebut. Sebanyak 40 orang hadir dari Surabaya, Semarang, Pekalongan, Solo, dan Jakarta. Saat pertemuan pertama, suasana perkenalan agak canggung karena ada perselisihan mengenai pemakaian gelar “Sayid”. A.R. Baswedan dari pihak Al-Irsyad mendorong pemakaian sebutan “saudara” dalam Bahasa Indonesia dan “Al-Ach” dalam Bahasa Arab sebagai gantinya. Hal ini melegakan suasana dan diikuti dengan sambutan setuju dari kedua pihak, sehingga sidang-sidang konferensi selanjutnya berjalan dengan penuh kegembiraan.
Pada tanggal 4 Oktober 1934, konferensi berlanjut di rumah Sayid Bahilul, di Kampung Melayu, Semarang. Suasana rapat agak tegang karena banyak provokasi dan hasutan dari masyarakat Arab yang bermusuhan. Mereka menunggu dengan penuh ketegangan pihak mana yang akan menang dan mendominasi dalam konferensi tersebut.
A.R. Baswedan memulai pidatonya dengan menguraikan prasaran, pokok-pokok pemikiran yang menjadi dasar berdirinya organisasi khusus untuk Arab peranakan:
- Tanah air Arab peranakan adalah Indonesia.
- Kultur Arab peranakan adalah kultur Indonesia-Islam.
- Berdasarkan dua poin sebelumnya, Arab peranakan memiliki kewajiban untuk bekerja demi tanah air dan masyarakat Indonesia.
- Untuk memenuhi kewajiban ini, perlu dibentuk organisasi politik khusus untuk Arab peranakan.
- Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan di kalangan masyarakat Arab.
- Tinggalkan kehidupan menyendiri dan sesuaikan diri dengan keadaan zaman dan masyarakat Indonesia.
Pendirian A.R. Baswedan telah mengguncang masyarakat Arab totok dan peranakan. Sebelumnya, foto A.R. Baswedan dengan pakaian Jawa dan mengenakan ikat kepala dimuat dalam surat kabar untuk memancing reaksi dan kritik terkait pemikiran baru yang ia ajukan kepada Arab peranakan.
Debat sengit pun terjadi di antara peserta konferensi, yang tangkas dan sengit dalam sangkalannya terhadap prasaran, terutama tentang pendirian organisasi. A.R. Baswedan dengan penuh argumentasi menjawab segala debat dan keterangan dengan kuat dan memuaskan, terutama seputar cerita-cerita politik yang dikemukakan untuk mendirikan organisasi dan masalah penundaan pembentukan organisasi.
Pada tanggal 5 Oktober 1934, pagi hari, konferensi membahas soal bentuk dan sifat organisasi, khususnya masalah apakah orang totok Arab boleh menjadi anggota. Keputusan akhir adalah membentuk organisasi khusus untuk Arab peranakan saja, sementara orang totok Arab dapat menjadi anggota penyokong (donatur) tanpa hak suara. Dengan demikian, lahirlah organisasi Persatuan Arab Indonesia (PAI). Setelah 3 tahun, kata “persatuan” diganti menjadi “partai”.
Sebelumnya, kata “persatuan” dipilih oleh A.R. Baswedan untuk menekankan persatuan dalam golongan Arab peranakan. Sebab, sebelum PAI terbentuk, kelompok Al-Irsyad dan Arrabitah selalu bermusuhan. Melalui PAI, A.R. Baswedan berharap persatuan dan kesatuan antar Arab peranakan dapat terjalin dengan baik. [Tim Redaksi wasthmedia.com]