wasthmedia.com | Mbah Cebolek, atau lebih dikenal dengan nama Syekh Ahmad Mutamakkin, adalah seorang faqih yang dihormati dan diakui kebijaksanaannya dalam dunia agama. Sebagai seorang guru besar agama, beliau berdakwah dari satu tempat ke tempat lain yang dianggapnya sebagai sasaran yang tepat. Melihat keragaman bahasa dan adat di berbagai tempat, Syekh Ahmad Mutamakkin dengan bijaksana memilih daerah-daerah di pantai utara Jawa untuk menyebarkan ajaran-ajarannya.
Menurut KH Abdurrahman Wahid, Syekh Ahmad Mutamakkin berasal dari Persia (Zabul) di provinsi Khurasan, Iran selatan. Namun, masyarakat setempat meyakini bahwa beliau adalah keturunan bangsawan Jawa. Menurut catatan sejarah lokal, Syekh Ahmad Mutamakkin berasal dari garis keturunan Raden Patah, Raja Demak, yang berasal dari Sultan Trenggono. Dari garis keturunan ibu, beliau berasal dari Sayyid Ali Bejagung Tuban, Jawa Timur. Sayyid ini memiliki putra bernama Raden Tanu, yang memiliki seorang putri yang menjadi ibunda Syekh Ahmad Mutamakkin.
Ada keyakinan bahwa Syekh Ahmad Mutamakkin adalah keturunan dari Raja Muslim Jawa, Jaka Tingkir, cicit terakhir Raja Majapahit, Brawijaya V. Ayah Syekh Ahmad Mutamakkin, Sumahadiwijaya, adalah Pangeran Benowo II Raden Sumahadinegara bin Pangeran Benawa I Raden Hadiningrat bin Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya bin Ki Ageng Pengging bin Ratu Pambayun binti Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir. Ratu Pambayun adalah saudara perempuan Raden Patah. Istri Jaka Tingkir adalah putri Sultan Trenggono bin Raden Patah Raja Demak.
Pada abad ke-17, hubungan Tuban dan Pati dengan daerah Banten dapat dilihat dari seringnya pelabuhan Tuban dan Juana (Pati) dikunjungi oleh para pelayar dari Banten. Kedua pelabuhan ini memiliki peran penting dalam distribusi hasil pertanian dari pedalaman bagi Mataram. Bahkan, dengan kebijakan Mataram yang membagi wilayah daerah pesisir menjadi empat, dua pelabuhan tersebut mampu bersaing dengan pelabuhan Semarang dan Jepara. Terlebih lagi, Jepara dianggap tidak aman karena sering terjadi pembajakan kapal.
Diduga bahwa Syekh Ahmad Mutamakkin memulai perjalanan intelektualnya dengan berlayar ke Banten, di mana beliau bertemu dengan ulama besar Syekh Muhammad Yusuf al Makassari, sebelum melanjutkan perjalanan ke Timur Tengah. Kemungkinan sebelum sampai di Banten, beliau juga singgah di Tegal, Jawa Tengah, berdasarkan makam ayahnya (Pangeran Benawa II) yang diyakini berada di Tegal. Bahkan, di daerah tersebut terdapat Desa yang bernama Kajen. Setelah kembali dari Timur Tengah, Syekh Ahmad Mutamakkin tidak kembali ke Tuban, melainkan bermukim di sebuah desa di Pati bagian utara.
Meskipun banyak cerita turun-temurun terkait karamah Mbah Mutamakkin, seperti memiliki dua anjing yang konon merupakan perwujudan dari nafsunya, yakni Abdul Qahar dan Qamaruddin, tidak ada yang bisa membuktikan secara tertulis. Serat Cebolek hanya menyajikan sedikit informasi tentang Mbah Mutamakkin, sehingga detail tentang cara beliau berdakwah dan aspek lainnya tetap menjadi misteri.
Syekh Ahmad Mutamakkin Kajen wafat pada tahun 1740 Masehi dan dimakamkan di Kajen, Jawa Tengah. Warisan kebijaksanaan dan kebajikan beliau terus dikenang dan dihormati oleh masyarakat hingga saat ini. Perjalanan intelektualnya dan karamah yang dikenal oleh banyak orang telah menambah daya tarik dalam memahami peran dan kontribusi ulama besar ini dalam sejarah keagamaan di Jawa.