wasthmedia.com | Ghazwah (Peperangan) Mu’tah, yang juga dikenal sebagai Ghazwatul Jaisyul Umara’ (Perang Pasukan Para Pemimpin), merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Berlangsung pada bulan Jumadil Awwal tahun 8 Hijriah, perang ini menjadi bukti keberanian dan kesetiaan kaum Muslimin dalam menghadapi pasukan kafir yang jauh lebih besar.
Pada perang tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah Radhiyallahu anhu sebagai pemimpin pasukan. Beliau memberikan arahan bahwa jika Zaid gugur dalam pertempuran, maka kepemimpinan akan diambil alih oleh Ja’far bin Abi Thalib, dan jika Ja’far pun gugur, maka Abdullah bin Rawahah akan menjadi pemimpin selanjutnya.
Ada tiga pemimpin besar yang turun dalam peperangan ini, ketiganya merupakan pembesar para sahabat yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW, Sayyidina Zaid bin Haritsah yang ditunjuk sebagai panglima perang oleh Rasulullah SAW, Sayyidina Ja’far bin Abi Thalib yang merupakan sepupu Rasulullah SAW, dan yang ketiga adalah Sayyidina Abdullah bin Rawahah. mereka bertiga bersama 3000 pasukan muslimin berangkat dari kota Madinah menuju medan pertempuran di Mu’tah (Yordania) yang kala itu masuk wilayah Syam.
Ketika para komandan ini disambut oleh kaum Muslimin yang berangkat, Abdullâh bin Rawâhah Radhiyallahu anhu terlihat menangis. Saat ditanya alasannya, dia menjelaskan bahwa ia tak menangisi dunia atau perpisahan, melainkan karena mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tentang takdir setiap orang untuk melewati neraka. Hal ini membuatnya khawatir akan nasib di akhirat.
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
“Setiap kalian pasti akan melewatinya. Itu adalah ketetapan Allâh yang pasti terlaksana, maka aku tidak tahu, bagaimana aku keluar setelah melewatinya?”
Kaum Muslimin mengucapkan doa agar Allah melindungi dan mengembalikan mereka dalam keadaan baik. Mereka melanjutkan perjalanan hingga mencapai Ma’an di Syam. Namun, kabar kedatangan Raja Heraklius dengan pasukan Romawi yang berjumlah besar dan ditambah lagi oleh pasukan dari beberapa kabilah Arab yang setia kepada Romawi, membuat kaum Muslimin berpikir ulang.
Mereka mengirim surat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberitahukan tentang keadaan pasukan musuh yang sangat besar. Mereka berharap untuk mendapatkan bantuan tambahan dari Rasulullah atau menerima instruksi yang harus mereka ikuti.
Peristiwa peperangan Mu’tah menjadi cerminan kesetiaan dan keberanian kaum Muslimin dalam menghadapi ketidakpastian dan ketakutan di medan perang. Meskipun dalam keadaan yang sulit, mereka tetap berusaha untuk mematuhi perintah Rasulullah dan berpegang teguh pada keyakinan mereka.
Dalam perjalanan sejarah Islam, peristiwa ini menjadi salah satu contoh yang menginspirasi tentang semangat perjuangan, keteguhan hati, dan kepatuhan kepada ajaran agama dalam menghadapi cobaan dan rintangan. Keberanian dan semangat juang kaum Muslimin di Mu’tah menjadi cerminan bagi umat Islam hingga saat ini. [Tim Redaksi wasthmedia.com]