wasthmedia.com | Pada tanggal 25-27 Agustus 2016, sebuah peristiwa monumental terjadi di Grozny, ibu kota Republik Chechnya. Muktamar Internasional Islam Sunni 2016, yang juga dikenal sebagai Konferensi Chechnya, menjadi sorotan utama di dunia Islam. Acara ini memaparkan tema yang krusial, “Siapakah Ahlussunnah wal-Jama’ah?”, yang membahas dengan mendalam tentang identitas dan landasan akidah umat Islam yang mengikuti Sunnah dan berada dalam golongan Jamaah.
Muktamar ini bukan sekadar sekumpulan ulama berkumpul, tetapi lebih dari itu, merupakan wujud kepedulian dan komitmen terhadap pemahaman Islam yang benar dan peran penting dalam memerangi ekstremisme serta merajut keragaman dalam Islam. Pertemuan ini secara tidak langsung mengirim pesan kuat bahwa persatuan dan pemahaman yang akurat akan menjadi kekuatan utama untuk mempromosikan harmoni dalam masyarakat Muslim dan di seluruh dunia.
Dibawah bimbingan ulama Sufi, Ali al-Jufri, muktamar ini menjadi forum yang dihadiri oleh sekitar 200 ulama dari 30 negara yang berbeda, dengan representasi khusus dari Rusia, Mesir, Suriah, Libya, Kuwait, Sudan, Yordania, dan banyak lagi. Muktamar ini menjadi perwujudan kontribusi nyata dari Presiden Chechnya, Ramzan Kadyrov, dalam mendukung inisiatif keagamaan yang memiliki dampak global.
Salah satu poin utama yang diangkat dalam muktamar ini adalah penegasan bahwa aliran Wahhabi, Salafiyah, dan kelompok takfiri bukanlah bagian dari Ahlussunnah wal-Jama’ah. Ini merupakan fatwa resmi yang dikeluarkan oleh para peserta muktamar, mengklarifikasi pandangan umat Sunni terhadap kelompok-kelompok tersebut. Selain itu, definisi Islam Sunni juga ditegaskan, mengidentifikasinya sebagai penganut akidah Asy’ariyah, Maturidiyah, dan Sufi, sementara kelompok Wahhabi atau Salafi dianggap berada di luar jangkauan pandangan ini.
Intisari muktamar ini secara tegas mendefinisikan Ahlussunnah wal-Jama’ah sebagai mereka yang mengikuti rumusan akidah Abu Mansur al-Maturidi dan Abu al-Hasan al-Asy’ari. Dalam hal fikih, mereka mengikuti salah satu dari empat mazhab fikih (Hanafi, Maliki, Syafi’i, atau Hanbali), dan juga mengikuti tasawuf Imam Junaid al-Baghdadi dalam doktrin, perilaku, dan pemurnian spiritual. Dengan demikian, muktamar ini mendorong pemahaman yang inklusif dan mengingatkan umat Islam akan kepentingan menjaga keragaman pandangan dan interpretasi dalam rangka mencapai persatuan dan harmoni sesuai dengan ajaran Islam.
Selain mendepak kelompok yang dianggap takfiri, Muktamar Internasional Islam Sunni 2016 menjadi panggung di mana pandangan resmi dan inklusif tentang Ahlussunnah wal-Jama’ah dinyatakan dengan tegas. Acara ini berperan sebagai titik balik penting dalam mempromosikan pemahaman yang akurat dan memberikan landasan untuk perdamaian, keselamatan, dan kerukunan di seluruh dunia. [Tim Redaksi wasthmedia.com]