wasthmedia.com | Bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapi para penafsir liar terkait ayat dan hadis yang menyimpang seperti yang terjadi saat ini? Al-Harawi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Jauhilah pendapat (pribadi), karena Allah menolak pendapat malaikat. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.’ Dan Allah Ta’ala berfirman kepada nabi-Nya”,
لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُۚ
“Agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu”. (QS. An-Nisa`: 105) Allah tidak mengatakan, “Agar engkau mengadili di antara manusia dengan pendapatmu”.
Diriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyib, ia berkata, Umar bin Khaththab berdiri di hadapan khalayak ramai, lalu berkata, “Wahai manusia! Ketahuilah bahwa orang-orang yang suka mengandalkan pendapat adalah musuh-musuh sunnah. Mereka lemah untuk menghafal hadits dan mereka tidak bisa membiasakannya, sehingga mereka memusuhi sunnah-sunnah dengan pendapat mereka, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan banyak orang. Demi Zat yang jiwa Umar berada di tangan-Nya, tidaklah Allah mewafatkan nabi-Nya, dan tidaklah Ia mengangkat wahyu dari mereka hingga Ia mencukupi mereka sehinggat tidak lagi memerlukan pendapat. Andaikan agama didasarkan pada pendapat, tentu bagian bawah sepatu lebih patut diusap dari pada bagian atasnya. Maka jauhilah mereka, jauhilah mereka!”
Imam Junaid bin Muhammad berkata, “Dampak buruk paling kecil yang ada di dalam Ilmu kalam (mengakali perintah Allah) adalah runtuhnya wibawa Allah dari hati. Dan ketika wibawa Allah sudah tidak ada di dalam hati, maka tidak ada lagi iman di hati’.”
Ayat dan hadits yang jelas maknanya tidak boleh ditafsirkan sesuai selera. Seperti pendapat Pak Sakur (redaksi wasth: Prof. Dr. K. H. Abdul Syakur Yasin, MA) dan manusia sejenisnya.
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إلهَ إلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang akhir ucapannya adalah La ilaha Illah maka ia masuk surga”.
Diartikan persatuan, lalu menyalahkan nash bahwa masuk surga dengan ucapan itu tidak masuk akal. Pendapat nyeleneh semacam ini wajib dihentikan, dia yang menggeser artinya dan dia yang menganggap pendapat seluruh ulama salah.
Kita wajib mengerti apa itu ijtihad, makna dan hakikat ijtihad adalah upaya serius dan tanpa henti untuk mengetahui apa yang ada pada Rasulullah SAW demi mengikuti sunnah beliau, dan untuk memasukkan permasalahan-permasalahan baru dalam kaidah-kaidah lama yang disimpulkan dari perkataan Rasulullah SAW dan juga dari Al-Qur`an. Ijtihad tidak memiliki makna lain selain makna ini.
Para mujtahid seperti Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Hanifah, dan Imam Malik, mereka mengatakan, “Jika ada hadits shahih, maka lemparkan saja pendapatku ke tembok.” Maksudnya, ketika seorang mujtahid mengemukakan suatu pendapat terkait suatu persoalan, dengan maksud untuk menyesuaikan pendapat tersebut dengan perkataan Rasulullah SAW, lalu setelah itu terbukti pendapatnya keliru karena hadis yang ada tidak menunjukkan seperti itu, maka pendapat dan perkataannya tidak ada artinya, harus dibuang dan diabaikan, dan harus berpegangan pada perkataan Rasulullah SAW.
“Buang jauh-jauh pendapat orang bodoh yang mengelisi nash yang terang benderang agar kita tidak tebawa arus penyesatan pemuja nafsu.”
Oleh: Habib Muhammad Vad’aq [02 November 2022]